Ibaratsebuah sosok pahlawan versus pecundang. Para jajaran pemain belakang akan kena semprot saat kebobolan. Beralaskan tumpukan sandal, jadilah gawang. Ukuran tinggi dan lebar pun diukur oleh ukuran kaki untuk lebar serta tinggi sejauh mana kiper melompat. Coba tanyakan siapa yang harus jadi kiper? Akupun segera masuk ke rumah dan mengambil bola, ketika melihat jam ternyata menunjukkan pukul 22.00. Aku pun segera keluar karena mereka semua sudah tidak sabar untuk bermain bola. Kami langsung menuju jalan raya, terlihat jalanan pada malam sepi. Kami langsung membuat gawang dengan benda seadanya. Fast Money. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sepak bola, sebagai salah satu olahraga yang paling banyak dimainkan juga digemari di Indonesia, menjadi alternatif kegiatan di kala waktu senggang bagi banyak kalangan, khususnya anak-anak, pada sore hari. Tak terkecuali saya dengan teman-teman yang lain. Pada masanya, kami gemar sekali bermain sepak bola sepuasnya, sesukanya, tanpa mengenal waktu bermain. Pagi, siang, sore, bahkan malam hari pun tidak sepak bola menjadi olahraga favorit kami bersama sedari dulu. Rasanya, tidak repot dan tidak membutuhkan sesuatu yang mahal jika ingin bermain sepak bola. Cukup membeli bola plastik di warung terdekat pun sudah bisa bermain. Jika ingin bermain dengan bola bliter bola karet, kami biasa membelinya terlebih dulu di toko olahraga yang berada di kota dengan cara patungan sukarela. Uang yang sudah terkumpul sekira 50 ribu pun sudah lebih dari kata cukup untuk membeli bola bliter dengan kualitas paripurna. Ilustrasi anak-anak bermain sepak bola Vinivee via Kaskus Saya bersama dengan teman-teman yang lain biasa bermain bola di lapangan dekat rumah tanpa menggunakan sepatu. Soal gawang? Biasanya lebar gawang kami hitung manual dengan langkah kaki yang sudah disepakati. Bagaimana soal tinggi gawang? Ah, tinggal dikira-kira saja. Soal jumlah pemain dalam satu tim pun tidak perlu 11 orang, karena keterbatasan luas lapangan. Jadi, lebih kepada disesuaikan dengan banyaknya orang yang ada dan ingin bermain. Bagi kami, yang penting sama-sama bergembira dalam olahraga. Melepas penat setelah seharian belajar di sekolah. Sewaktu SMP sampai dengan SMA, sekira tahun 2003-2009, kami belum begitu terkontaminasi oleh handphone. Jadi, selama berkumpul juga bermain sepak bola tentu tidak akan terdistraksi oleh notifikasi yang kami berkumpul setelah azan ashar. Ada yang sambil mengobrol, membeli jajanan yang lewat, atau sekadar oper-operan bola dan pemanasan sebelum benar-benar bermain. Bahkan, saat sudah bermain pun ada saja yang melipir ke pinggir lapangan untuk membeli jajanan favorit atau membeli pop ice di warung sekitar lapangan karena haus. Ya, namanya juga bermain secara bebas. Tidak ada formalitas dalam hal peraturan, apalagi penggunaan semua bermain dengan suka cita tanpa terbebani harus jago seperti Cristiano Ronaldo, atau lincah dan penuh talenta seperti Lionel Messi juga Neymar. Asal lari, dapat mengoper, juga menendang semua melebur jadi satu. Tak jarang pula kami tertawa terbahak-bahak dan menghentikan pertandingan jika ada seorang kawan yang jatuh karena terpeleset atau melakukan hal yang menyebalkan seperti melorotkan atau menarik bermain sepak bola kala itu, kami semua tidak pernah mengenal waktu. Tidak ada pula batas akhir kapan harus selesai bermain. Hanya ada dua penanda akhir pertandingan; pertama, karena sudah capek, kedua berkumandangnya azan maghrib. Tak jarang pula bapak-bapak di sekitar lapangan yang menegur secara langsung untuk menghentikan pertandingan dan sebaiknya pulang ke rumah agar dapat segera bersiap melaksanakan solat maghrib. Kini, kami semua sudah beranjak dewasa dan disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Ada yang kuliah, ada pula yang bekerja. Sudah hampir sekira 6-7 tahun tidak ada lagi keceriaan yang hadir di lapangan setiap sore sampai menjelang maghrib. Kegiatan berkumpul, berbincang, dan bermain sepak bola sudah terganti dengan kecanggihan teknologi dalam satu genggaman disertai kemunculan banyak game yang dianggap jauh lebih menyadari bahwa, masa saya bersama teman-teman seangkatan lain sudah habis, untuk bermain dan berbagi keceriaan di lapangan setiap sore. Memang, ada alternatif lain seperti menyewa lapangan futsal untuk sekadar mengolah si kulit bundar bersama dengan yang lain. Hal itu terbilang sering kami lakukan. Namun, tentu rasa juga sensasinya lain. Dan kami sama-sama menyadari, tidak akan pernah bisa kembali ke masa yang biasa digunakan untuk bermain bola, saat ini sudah dimaksimalkan dan terganti dengan taman bermain anak. Keceriaan pun berganti. Paling tidak, hal tersebut jauh lebih baik karena generasi baru masih disediakan tempat untuk bermain. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya Kisahan Pendek Karya Thomas Sunlie Alexander Pelan nan enggak objektif, perkenalan awal Aswin. Bek kanan nan tangguh, tapi mudah terpancing emosi. Ia tidak membenarkan, tak juga menyangkal. Anak komidi p versus kembali sering mengeluh seandainya bertanding di lapangan sepak bola kampungnya itu. Kesebelasan nan mendapat giliran menempati sisi lapangan yang landai teradat berjuang lebih keras. Bola bakal bergulir kian gelap dan lawan menyerbu seperti banjir. Setiap kali bola datang, Aswadi kiper timnya, terpontang-panting mengendalikan gawang. Sebaliknya, betapa sulitnya menggiring si kulit bundar ke kusen sebelah. Usianya kala itu baru belasan tahun. Mereka patungan menyablon kaus. Biru pendar seperti seragam Les Bleus, tim kebangsaan Prancis. Ia kebagian nomor punggung tujuh. Gelandang kiri. Sebetulnya ia lebih demen bermain sebagai agresor dan buruk perut yakin dia anak komidi haus gol. Serangan-serangannya drastis, menusuk langsung ke jantung pertahanan lawan. Semata-mata, Bang Amran berkeras anda harus main di sayap. “Tendanganmu invalid akurat, tapi umpan-umpanmu bagus!” kata kakak iparnya yang menjadi pelatih kesebelasan kampungnya itu. Tak ada gunanya berbantah. Toh, anda berbuat tugas-tugasnya dengan baik. Bola berputar deras dari kakinya. Umpan demi umpan dengan gemilang disorongkannya. Ferdiansyah dan Fuad selalu mewah memanfaatkan umpan-umpannya dengan pas baik. Berkali-siapa mereka menjuarai turnamen 17 Agustusan dan bertelur merebut Camat Cup dua tahun berturut-turut. Bahkan sekali menjadi runner-up Trofi Bupati. Tetapi, justru di kejuaraan memperebutkan trofi Kepala Desa mereka koteng, di kandang sendiri, kesebelasannya mesti tertendang di fragmen eliminasi! Ya, tidak kali ia melupakan pertandingan itu kendati telah sangat bertahun-periode. Bersesakan, nyaris tergencet, di antara ribuan calon penonton yang gembar-gembor murka, bayangan waktu lalu itu menjangkit dalam kepalanya, begitu juga tayangan ulang di layar televisi. Digenggamnya dempang-intim tangan Riko, anaknya yang plonco 10 musim, agar enggak ikut terjerat arus massa yang kian kehilangan ketabahan. Enggak suka-suka lagi antrean. Terjadi dorong-menunda, ubah sikut. “Holid turuun! Holid turuuunn…!” suara kemarahan itu berkemandang di langit siang yang musykil. Ia mencoba membawa Riko menepi. Namun itu lagi tak hal mudah. Oh, betapa paras-roman lelah yang tampak beringas di sekelilingnya ketika ini serta-merta mengenangkannya plong turunan-turunan kampungnya seorang, nan tiba-tiba sekadar jadi pemberang tatkala berdiri di pinggir lapangan sebagai suporter sore itu. Sebatas sekarang, kamu selalu berpikir waktu itu lalu awal mereka datang ke pelan. Para pemirsa pula bertandang terlalu prematur. Pertandingan akan dilangsungkan pemukul catur sore, tapi jam dua warga kampungnya yang menjadi suporter telah mencurah ruah di pinggir alun-alun. Begitu bisingnya. Para cowok berseru-seru dan mencura bersanggit. Kaum ibu dan anak asuh-anak lain kalah gaduhnya. Tak terlazim tiket, tapi bandar judi berkeliaran, kupon-kupon ceria diam-sengap diedarkan berusul tangan ke tangan. Tukang bakso, penjual kacang rendang, tukang es, delman nasi goreng, dan penjaja mainan momongan-anak turut meramaikan suasana di luar lapangan. “Kami sudah kehabisan dana!” teriak Pak Burdin, bos panitia penyelenggara, seperti kebakaran godek ketika warga memprotes minimnya akomodasi di tanah lapang. Mikrofon soak dengan suara cempleng, kayu kredit nan secukupnya, dan alun-alun jelas tak dibenahi dengan semestinya. Penduduk semata-mata bisa bersungut-sungut. Betapa suasana menjelang pertandingan yang panas itu seolah masih dapat dia rasakan. Telinga mereka sampai terasa pekak oleh suara teriakan. Maklum, kendati merupakan laga pertama kesebelasannya dalam turnamen, pasangan yang akan dihadapi tahun itu adalah kampung tetangga yang menjadi musuh turun-temurun selama bertahun-masa. Andeng-andeng, enggak ada alasan menyalahkan pelan jelek atas kekalahan. Sira tahu itu, semua teman-temannya tahu. Malah bermain di kandang sendiri, di hadapan orang-orang kampung nan menginjak-tiba menganggap bola kaki seumpama fragmen berpokok untung-untungan gengsi mereka. Di tanah lapang buruk itu, skuat yang lebih dulu menempati papan berumput deras tentu tak menyia-nyiakan kesempatan mencetak angka sebanyak kelihatannya. Dan lazimnya memang hampir selalu keluar sebagai pemenang. Maka detik wasit melemparkan koin Rp100, ia pun berdoa dengan sungguh-bukan main agar Pudin tak pelecok memilih gambar gunungan wayang. Doa itu tersalurkan. Mereka bersorak kegirangan saat melihat sisi koin yang terbuka di jejak kaki tangan wasit, seakan-akan sebuah gol plonco saja tercipta. Wajar belaka jika suara cemooh dari suporter n antipoda sekali lagi terdengar begitu Aswadi berdiri di muka tiang pilihan. Suasana menegang karena para pemuda kampung mereka mengembari cemooh itu dengan berangasan. Kelihatan faktual rasa cemas di wajah orang-cucu adam yang menjadi petugas keamanan. Apalagi lapangan itu cuma dipagari tiga utas tali tambang. Tapi kedudukan tetap belaka berubah bintang sartan 2-3. Jeritan pendukung lawan bergemuruh keras. Engkau terhenyak. Panasnya pertandingan itu menciptakan menjadikan fisik mereka seperti meleleh, bukan sekali lagi mampu disejukkan maka dari itu gerimis yang berangkat menetes satu per lantas menggelembung. Hingga memasuki menit ke 74, suatu gol kembali menjebol gawang Aswadi. Kali ini dari titik penalti! Menciptakan menjadikan takhta jadi timbang 3-3. Kesenangan suporter lawan meledak. Menyusul saling ejek dan buang-lemparan yang enggak terhindarkan. Botol minuman, rajangan tiang, dan godaan mulai melayang. Lalu, bencana itu datang! Anda berdiri di sana, ia ingat, di pojok kiri gawangnya sendiri. Semua pemain turun membantu pertahanan. Bahkan Ferdi tak pernah juga menaiki menerobos sengkang lapangan sejak gol penalti antitesis tercipta. Ooh, bagaimana mungkin bisa ia lupakan serbuan yang datang begitu bertubi-tubi itu, membuat mereka nyaris kocar-kacir. Ya, seolah-olah baru kemarin peristiwa itu berlanjut. Jelas sekali n domestik ingatannya bola itu hinggap dari depan, menggelinding harfiah ke tengah gawang. Aswadi tersungkur di luar kotak penalti selepas berjumpalitan menghambat dua letusan senjata api berantai Salim. Aswin berusaha menyapu bola namun luput. Sahaja dirinya, suatu-satunya insan yang boleh menghentikan laju bola itu, menyelamatkan gawang mereka mulai sejak kebobolan. Tetapi entah sudah predestinasi, alias amung-ain kesialan. Ah, malapetaka itu seperti diputar ulang n domestik benaknya Kakinya terpeleset oleh licinnya mulut gawang. Ia kehilangan keseimbangan tepat di saat ujung sepatu kanannya menyentuh bola! Demikianlah. Berlawanan dengan kehendaknya menendang bola jauh-jauh ke asing alun-alun, si kulit bulat justru terpelanting persisten ke sudut kanan papan. Tanpa ampun serempak merobek net! Keributan pecah di luar lapangan. Sorak-sorai suporter lawan seketika teredam makanya teriakan-laung marah. Sebagian penonton bubar berhamburan. Polisi dan petugas keamanan sama sekali tak berdaya ketika dengan beringas para pemuda kampungnya merangsek ke arah suporter lawan. Sebagian menyerbu masuk ke dalam lapangan. Belum juga senggang ia beranjak kumat, ia merasa putaran birit kepalanya dihantam benda keras. Bagaimana siapa dia melupakan pertandingan itu? Kepalanya nan mendapatkan pukulan batang kayu harus mengakui panca setik dan diperban makin dari seminggu. Tak ikatan diketahui barangkali pemukulnya, terlebih malam harinya rumahnya senggang dilempari orang bukan dikenal. Itulah terakhir kalinya kamu bertindak bola. Karena dua minggu berselang, sahaja tiga waktu setelah kamu menyepakati ijazah miskram SMA-nya, ayahnya memanggilnya selepas magrib. “Paman Hanif menanyakanmu,” prolog ayahnya ketika itu, sambil menatapnya keruh. “Ada salam dari bibimu,” ibunya menambahkan. Perempuan itu memperhatikan perban di kepalanya dengan sedih. Sira ingat, bagaimana engkau saja bisa tertunduk di sisi meja ruang perdua. “Kau ingin syarah?” soal sang ayah kemudian. Engkau saja mengangguk kecil. Sejak itu, kakinya tak pernah lagi menjejak bola. Tak pernah sekalipun ia datang ke lapangan alias stadion. Ai, kalau bukan karena Riko merengek terus-menerus sehingga membuat istrinya sewot, takkan pernah dia menginjakkan kaki di stadion ini, pikirnya getir. Sungguhpun dia adv pernah, anak semata wayangnya sangatlah menaksir bola kaki. Suasana di depan stadion osean itu semakin tegang, semakin panas. Langit siang seakan turut mengepal. * Yogyakarta, 2022 *** Akan halnya Pengarang Thomas Sunlie Alexander lahir pada 7 Juni 1977 di Belinyu, Pulau Bangka. Ia menggambar cerpen, puisi, esai, suara sastra, ulasan seni rupa, dan gubahan sepakbola di berbagai ragam alat angkut nan terbit di Indonesia, serta sewaktu-waktu mengerjakan terjemahan. Pusat puisinya yang berjudul Sisik Ular Pangkat diterbitkan secara adv minim maka itu Halaman Indonesia 2014. Taktik cerpennya yang telah bermula ialah Lilin lebah Buta Yin Gama Ki alat, 2009 dan Madu Dewa Pendiangan Ladang Pustaka & Serokan Wreda, 2022. Sementara itu, novel karya Mo Yan, The Garlic Ballads Balada Dasun Ceria yang diterjemahkannya akan segera diterbitkan. Cerpen “Kenangan Plong Sebuah Pertandingan” ini sendiri merupakan cerpen yang kembali mengingatkan kita, bahwa di balik sisi indah sepakbola, terserah beberapa hal-peristiwa getir dan ingatan yang menyesakkan yang selalu menolak untuk dilupakan. Seperti halnya narasi Moacir Barbosa, sepakbola kadang bisa menjadi kutukan yang begitu jahat bakal beberapa pihak, menorehkan tinta hitam yang akan sulit buat dilupakan, justru oleh waktu sekalipun. Cerpen ini permulaan kali diterbitkan makanya surat kabar Media Indonesia sreg 5 Juli 2022. Sendang lukisan Cerpen Tentang Olahraga Sepak Bola. Berdasarkan buku sari kata bahasa indonesia legenda adalah cerita rakyat zaman dahulu yang nah itulah sekelumit pembahasan tentang legenda bahasa jawa serta beberapa kumpulan cerita rakyat berbahasa jawa. Pengertian, teknik dasar, dan manfaat. 25+ Inspirasi Keren Contoh Poster Olahraga Sepak Bola from Pernah satu ketika sekitar tahun 90 an, ada kompetisi lokal yang para pemainnya banyak dari kalangan profesional, mereka para pemain yang. 10 pemilik klub sepak bola terkaya di dunia bagi para pengusaha sukses yang bergelimang harta mungkin sudah biasa jika mereka hidup dengan mewah dan tentunya menunjukkan kekayaan mer. Thomas sunlie alexander lahir pada 7 juni 1977 di belinyu, pulau bangka. Sejarah Singkat Permainan Sepak Bola.* Yogyakarta, 2015 *** Tentang Cerita Pendek Tentang Sepak Bola Pdf Dapat Kamu Nikmati Dengan Cara Klik Link Download Dibawah Dengan Mudah Tanpa Iklan Yang Sepak Bola Cerpen KaranganMeskipun Ia Tahu, Anak Semata Wayangnya Sangatlah Menyukai Sepak Bola. Sejarah Singkat Permainan Sepak Bola. Karenanya, pada kesempatan kali ini, kami mencoba membahas dan mengelompokkan semua hal terkait olahraga dalam bahasa arab. Read jogging from the story cerpen by sherable shera with 577 reads. Berdasarkan buku sari kata bahasa indonesia legenda adalah cerita rakyat zaman dahulu yang nah itulah sekelumit pembahasan tentang legenda bahasa jawa serta beberapa kumpulan cerita rakyat berbahasa jawa. * Yogyakarta, 2015 *** Tentang Pengarang. Tak hanya kosa kata, tapi juga kami sertakan karangan terkait olahraga serta menjelaskan setiap. Dimana pun ada sebuah pertandingan aku rasanya panas pingin ikut. Cerpen olahraga cerpen remaja lolos moderasi pada. Detail Cerita Pendek Tentang Sepak Bola Pdf Dapat Kamu Nikmati Dengan Cara Klik Link Download Dibawah Dengan Mudah Tanpa Iklan Yang Mengganggu. Namun tidak bagiku , menurutku sepakbola adalah olahraga yang sangat spesial karena. Dia adalah seorang pembina pendidikan jasmani pada organisasi young man christian association ymca di kota massachussets, amerika serikat. Kami bermain pada sore hari, saat matahari tidak terlalu panas. Tragedi Sepak Bola Cerpen Karangan Pertandingan melawan borneo fc yang digelar di stadion kapten i wayan dipta, gianyar, pada kamis 24/2 malam menjadi momen terakhir pratama arhan bersama psis. U l f a h a n a f i a h x i i i p a 3 2. Nama dan tema kegiatan nama kegiatan adalah konsepgambaran keseluruhan acara secara umum. Meskipun Ia Tahu, Anak Semata Wayangnya Sangatlah Menyukai Sepak Bola. Kumpulan cerpen olah raga 1 ”selamat datang rio” angga masih saja berdiri di depan cermin kamarnya. Thomas sunlie alexander lahir pada 7 juni 1977 di belinyu, pulau bangka. 27 februari 2022, 172828 wib.

cerpen pengalaman bermain sepak bola